Selamat Hari Kartini loyal readers! Inilah highlight utama dari tema bulan ini. Dalam rangka memperingati hari emansipasi perempuan Indonesia ini, dalam artikel ini saya mau membahas makna Hari Kartini.
Beberapa tahun belakangan, perayaan Kartini identik dengan beberapa hal. Pertama, seringkali dibanjiri promo-promo yang ditujukan khusus pada para perempuan. Walau memang ada iklan mengharukan dan kental dengan nuansa emansipasi, tidak jarang hari bersejarah ini dijadikan ajang promosi merek.
Makna Hari Kartini sebenarnya apa sih?
Nggak apa-apa sama sekali kalau bisa menikmati promo! Saya juga senang kalau ada barang favorit yang bisa dibeli dengan harga potongan. Tapi, promo-promo tersebut kurang mencerminkan makna sebenarnya perjuangan dan Hari Kartini.
Satu dua minggu sebelum diluncurkan, sudah ada merk-merk yang memasang iklan ‘nantikan promo-promo Kartini’. Ketika mencari kata kunci ‘Hari Kartini’ di mesin pencarian, yang keluar hanya tajuk “X kutipan dan ucapan selamat hari Kartini’, atau ‘ucapan selamat oleh politisi Y atau artis Z’
Tapi apa yang ‘selamat’? Apa sebenarnya yang dirayakan dna dicerminkan dari promo, ucapan selamat, dan quote bertajuk ‘emansipasi’? Berhenti sejenak, apa sih makna Hari Kartini yang sebenarnya?
Sebenarnya, Hari Kartini bukanlah sekadar hari bersejarah. Hari Kartini itu bukan hanya memperingati perjuangan emansipasi Kartini loh. Bagi saya, Hari Kartini adalah pengingat kalau perempuan memiliki kesempatan yang sama mengembangkan potensi seoptimal mungkin!
Punya peran tidak selalu sama dengan lelaki, tapi keberadaan perempuan juga bukan hanya semata-mata sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai sosok yang sama-sama memiliki peran penting dalam menjalani kehidupan secara umum.
Artinya, apabila kamu tidak mengembangkan potensi seoptimal mungkin dan tidak memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memberdayakan dan menunjukkan emansipasimu, maka mungkin kamu belum sedang merayakan Hari Kartini.
Jadi, tanggal 21 April itu bukan memperingati yang lalu, tapi justru merupakan pendorong kita saat ini, dan kedepannya.
Emansipasi belum merata dan setara di Indonesia
Sumber: Pilkada.org
Nah, itu tadi dari sisi yang lebih personal dan individual. Kalau dari skala yang lebih besar, emansipasi perempuan di Indonesia sebenarnya punya dua ‘lapis’. Pertama, dari sisi negara dan hukumnya, perempuan dan laki-laki tidak punya perbedaan hak dan kewajiban yang jauh berbeda.
Beberapa tahun belakangan ini, pemimpin negara seperti menteri, gubernur, bupati, dan walikota juga semakin banyak yang perempuan! Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang punya pemimpin negara perempuan! Amerika Serikat saja belum!
Saya yakin di Ibukota dan kota-kota besar lainnya yang merupakan melting pot, teknologi sudah memfasilitasi emansipasi dan pemberdayaan perempuan. Peluang bisnis, pekerjaan, dan pendidikan semakin besar dari tahun-tahun sebelumnya berkat kekuatan internet dan ponsel pintar.
Akan tetapi, di wilayah Indonesia yang lebih kecil, seperti di pinggiran kota besar, kota kecil, dan desa, masih banyak perempuan yang belum memiliki akses terhadap kesempatan-kesempatan tersebut. Tidak hanya terbatas secara ekonomi dan teknologi, namun terkadang masih saja ada budaya dan tradisi yang cukup melimitasi perempuan.
Seperti budaya yang membatasi peran wanita sebagai Ibu Rumah Tangga saja, upaya untuk mencari nafkah seperti bekerja di kota atau membuka bisnis tidak didorong. Walau di lain sisi, bisa dipandang sebagai upaya melindungi perempuan, karena tidak semua pekerjaan itu bersifat kantoran yang aman dan tidak menuntut fisik yang tinggi
Selain itu, masih banyak kekerasan domestik yang menargetkan perempuan yang terjadi. Tahu nggak, kalau di tahun 2017, terdapat sekitar 259,000 kasus KDRT terhadap perempuan? Di tahun 2018 menurut Komnas Perempuan, jumlahnya meningkat 14%, mencapai sekitar 300,000 kasus? Dari sana, hanya sekitar 3% yang sampai ke pengadilan, atau sekitar 9000 di seluruh Indonesia.
Angka 300,000 itu juga hanya angka terlapor, loh. Ingat, secara umum, 1 dari 4 perempuan Indonesia mengalami kekerasan ekonomi dan 1 dari 10 perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual. Artinya, angka terlapor itu hanya sekian persen dari kejadian sebenarnya.
Kesenjangan-kesenjangan seperti inilah yang patut diingat, direfleksikan, dan diperbaiki. Khususnya untuk KDRT, bisa dibaca di sini untuk diskusi lebih lanjut.
Apa yang bisa kita lakukan?
Sumberdaya dan lingkungan memang bisa berbeda. Tapi, kesempatan yang kita berikan pada diri sendiri sebagai perempuan bisa saja sama. Bila kita membuat goal berdasarkan ekspektasi orang lain (seperti keluarga dan teman), atau berdasarkan pencapaian orang lain, maka itu akan sulit dicapai. Oleh karena itu, pertama-tama untuk memberdayakan diri, hendaklah kita sadar akan kapabilitas dan impian dari diri sendiri terlebih dahulu.
Nggak melulu harus menunggu kebijakan atau dukungan dari semua orang di sekitarmu kok. Coba tanyakan siapa dirimu, dan apa peran yang ingin kamu jalankan. Sebagai mahasiswa, sebagai pekerja, sebagai boss, sebagai seniman, sebagai pegajar, sebagai kakak, sebagai istri, dan sebagai Ibu. Mulailah dari mendukung dirimu sendiri, dan kemudian pelan-pelan orang lain pasti akan mendukung dirimu.
Bila kamu punya aspirasi yang lebih dari sana, banyak lagi hal yang bisa kamu lakukan dalam skala yang lebih luas. Misalnya, bergabung dengan organisasi anti kekerasan domestik seperti Yayasan Pulih, organisasi profesional perempuan seperti Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi (PPLIPI), atau masuk ke dalam lembaga pemerintahan dan mengembangkan program pemberdayaan seperti Indonesia Women Leaders.
Tantangan pemberdayaan apa sih yang akan kita hadapi?
Artikel ini membicarakan pemberdayaan perempuan, tidak sama sekali membandingkan laki-laki dan perempuan loh. Oleh karena itu, penting sekali agar tidak menyamakan emansipasi dengan memusuhi atau menyalahkan laki-laki. Justru teman laki-laki atau pasangan yang tepat untukmu bisa memberikan sudut pandang baru dan dukungan terhadap apa yang ingin kamu capai, baik membuat musik, membuka usaha, kuliah, atau mengajar.
Kedua, semakin banyaknya kesempatan, semakin berpotensi membingungkan pula yang mana yang harus kita ambil. Terutama bagi kamu yang baru mau memulai karir, bisnis, atau pendidikan. Kuncinya adalah dipikirkan matang-matang dulu sebelum melaksanakannya.
Tapi, tidak perlu berpikir terlalu jauh dan berandai-andai. Bila kamu menemukan dirimu menanyakan terlalu banyak pertanyaan dalam proses pemberdayaan diri, maka hentikan. Distres yang muncul bisa saja membuatmu tidak jadi mengambil kesempatan tersebut. Bila memungkinkan, lihat kembali ke akarmu, gunakan budaya, identitas, dan lingkungan sosialmu untuk membantu membuat pilihan hidup.
Hari Kartini punya makna yang mendalam. Selain menikmati promo dan saling berbagi quote i media sosial, jangan lupa pula merefleksikan makna emansipasi yang sebenarnya. Coba tanyakan, sudahkah kamu memberdayakan dirimu yang penuh potensi ini? Sudahkah kamu melakukan yang terbaik untuk dirimu, dan orang di sekitarmu?
Selamat Hari Kartini!