Punya kepercayaan diri yang tinggi itu tentu bukan masalah. Tapi bagaimana kalau kepercayaan diri kita terlalu tinggi? Di mana letak batasan yang jelas antara percaya diri yang sehat dan narsis? Apa pula bedanya dengan efikasi-diri?
Okee topik kita kali ini seputar pengembangan dan pemberdayaan diri, loyal readers! Dalam artikel ini, kita akan bersama-sama cari tahu perbedaan antara pede dan narsis, sekaligus cara mendapatkan dan menghindarinya. Kamu termasuk yang mana? Yuk, kita cari tahu!
Apa sih sebenarnya kepercayaan diri?
Pertama-tama, kita harus punya pengertian yang baik dulu tentang kepercayaan diri. Walau sering mendengarnya, kebanyakan orang mungkin kebingungan apabila diminta untuk menjelaskan arti dari percaya diri.
“Kepercayaan diri ya….artinya percaya dengan diri sendiri
Kepercayaan diri berkaitan dengan tingkat belief dari diri setiap orang, terhadap identitas dan representasi dari dirinya. Memang agak filosofis ya, tapi untuk punya kepercayaan diri yang utuh, kita perlu mulai dari–sesuai definisinya–diri kita sendiri.
Siapa diri kamu? Apa yang menunjukkan identitasmu? Apa saja bidang kemampuanmu? Dengan siapa kamu biasanya berinteraksi? Apa yang ingin kamu capai? Hanya orang yang punya gambaran yang jelas akan siapa dirinya bisa punya belief terhadap dirinya secara jelas.
Belief secara harafiah berarti kepercayaan. Dalam psikologi, belief merupakan konsep penting yang melambangkan hal yang dianggap benar oleh pikiran kita. Belum tentu fakta, namun bila kita punya belief terhadap suatu hal, maka semakin mungkin diri kita percaya itu benar.
Nah, kepercayaan diri itu, tanpa bertele-tele menjelaskannya, adalah belief kamu terhadap jawaban-jawaban dari dua paragraf sebelumnya: belief terhadap ciri-ciri identitasmu, belief terhadap kapabilitasmu, belief terhadap hal yang kamu sudah, sedang, akan lakukan, dan belief terhadap segala sesuatu yang membuat dirimu, kamu. Semua itu, terlepas realita yang subjektif, kamu anggap benar.
Itulah kenapa kepercayaan diri merupakan suatu hal yang kuat, karena tidak selalu ‘tunduk’ pada realita. Bila kamu percaya suatu hal (dalam konteks ini, dirimu sendiri), maka hal itulah yang benar bagimu.
Efikasi-diri di samping itu, adalah kepercayaan dirimu terhadap kemampuanmu dalam melakukan sesuatu. Merupakan aspek atau bagian dari konsep belief terhadap dirimu sendiri.
Apa itu narsisisme?
Sumber: Marco Verch
Bukan, bukan hobi selfie yaaa…
Punya kepercayaan diri yang berlebihan, kemudian bisa berbahaya karena apabila kepercayaan diri kita bertentangan besar dengan realita, maka akan sulit sekali untuk membedakan mana yang merupakan identitas dan konsep diri kita yang sesungguhnya.
Pasalnya, belief terhadap diri sendiri itu punya ekstensi atau perpanjangan ke orang lain. Karena, dalam membentuk konsep dan identitas diri, manusia cenderung menjadikan orang lain sebagai acuan referensi untuk mendefinisikan dirinya.
Prosesnya kira-kira seperti ini. Seseorang yang punya kepercayaan diri yang terlampau tinggi bisa menjadi sulit menerima bahwa dirinya salah, menjadi angkuh, melihat orang lain lebih ‘kurang’ dari dirinya, dan punya belief bahwa konsep dirinya baik dan positif dari segala aspek. Ini merupakan gambaran dari narsisme.
Tidak selalu buruk sekali. Narsisme bisa termanifestasi dalam seorang pemimpin karismatik. Ia mungkin hanya merasa dirinya lebih baik dan cenderung sulit percaya bahwa dirinya punya kekurangan. Orang yang narsis tidak selalu bisa dibilang punya gangguan atau bisa merugikan orang lain.
Tapi, biasanya orang yang ‘narsis’ punya kecenderungan untuk tidak mendengarkan orang lain. Percakapan hanya fokus kepada hal yang ingin ia sampaikan. Ia cenderung mengutamakan kepentingan image dirinya, serta terlebih dahulu memandang rendah orang lain dari berbagai sisi.
Beda ceritanya bila sudah sampai tahap gangguan kepribadian. Dalam psikologi klinis, kita bisa mengenal konsep narcissistic personality disorder atau gangguan kepribadian narsisistik. Sederhananya, orang dengan gangguan ini punya rasa haus akan perhatian dan pengakuan, kurang rasa empati terhadap orang lain, harus diutamakan, punya pemahaman bahwa dirinya spesial serta patut menjadi pusat perhatian karena kualitas dan belief yang dia miliki.
Cara biar kamu nggak terlalu narsis!
Banyak sekali cara untuk meningkatkan kepercayaan diri. Tapi, kita tidak akan membahasnya hari ini. Soalnya, aspek yang berkaitan dengan kepercayaan diri biasanya banyak, dan cenderung spesifik. Kita bisa membahasnya dengan memilah-milah topiknya, seperti topik efikasi-diri minggu lalu.
Lain cerita kalau membahas narsisisme. Buat kamu yang merasa punya kecenderungan atau gejala ‘narsis’. Ada kok cara sederhana untuk menghindarinya. Bukan, bukan mengurangi selfie, kok!
Caranya adalah pertanyakan diri sendiri! Konsep dan identitas diri itu dinamis. Artinya, mudah sekali berubah dari waktu ke waktu. Apa yang kamu belief terhadap dirimu sekarang, artinya juga tidak selalu sama. Makanya, yang bijak untuk kita lakukan adalah selalu pertanyakan apakah pemahaman yang kita miliki terhadap diri sendiri sudah benar.
Dalam mengambil keputusan terkait orang lain, misalnya. Coba tanyakan tindakan dan pikiranmu, apakah fokus ke dalam dirimu sendiri? Bagaimana orang di sekitarmu bisa merasakan manfaatnya, atau terhindar dari kerugian karenanya.
Psikolog Susan Heitler merekomendasikan untuk berhenti berpikir tentang diri sendiri dan coba mendengarkan orang lain. Menurut beliau, bila kamu memergoki diri kamu sendiri mengatakan ‘tapi kan…’ atau ‘kayaknya kamu salah…’, hentikan. Beri kesempatan bagi orang atau hal lain untuk berargumen, dan pertimbangkanlah.
Saya dan beliau setuju bahwa sama seperti kepercayaan diri, narsisisme bukan sesuatu yang instan terjadi, melainkan dibangun perlahan-lahan, bahkan bisa dilatih. Jadi beberapa hal ini, boleh banget kamu coba praktekkan di kehidupan sehari-hari. Lambat laun, kemungkinan besar kamu terhindar dari narsisisme akan semakin kecil. Kepercayaan dirimu pun akan semakin ‘sehat’.